Selamat Datang.........

Semoga Bermanfaat..... Dunia Akhirat.... ^_^

Sabtu, 28 Agustus 2010

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH DAN TRANSFUSI DARAH

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH
Transplantasi Organ Ketika Masih Hidup
Donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Allah Swt berfirman:
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
Allah Swt berfirman:
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (TQS an-Nisa [4]: 29).
Selanjutnya Allah Swt berfirman:
Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS al-An’am [6]: 151)
Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat mengakibatkan terjadinya pencampuradukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
Allah Swt berfirman:
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (TQS al-Mujadilah [58]: 2)
Selanjutnya Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia”.
Sebagaiman sabda Nabi saw:
“Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya”
Begitu pula dinyatakan oleh beliau saw:
“Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.
Transplantasi Organ yang dilakukan Setelah Mati
Adapun transplantasi setelah berakhirnya kehidupan; hukumnya berbeda dengan donor ketika (si pendonor) masih hidup. Dengan asumsi bahwa disini diperlukan adanya penjelasan tentang hukum pemilikan terhadap tubuh manusia setelah dia mati. Merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi bahwa setelah kematiannya, manusia telah keluar dari kepemilikan serta kekuasaannya terhadap semua hal; baik harta, tubuh, maupun istrinya. Dengan demikian, dia tidak lagi memiliki hak terhadap tubuhnya. Maka ketika dia memberikan wasiat untuk mendonorkan sebagian anggota tubuhnya, berarti dia telah mengatur sesuatu yang bukan haknya. Jadi dia tidak lagi diperbolehkan untuk mendonorkan tubuhnya. Dengan sendirinya wasiatnya dalam hal itu juga tidak sah. Memang dibolehkan untuk memberikan sebagian hartanya, walaupunl harta tersebut akan keluar dari kepemilikannya ketika hidupnya berakhir. Tetapi itu disebabkan karena syara’ memberikan izin pada manusia tentang perkara tersebut. Dan itu merupakan izin khusus pada harta, tentu tidak dapat diberlakukan terhadap yang lain. Dengan demikian manusia tidak diperbolehkan memberikan wasiat dengan mendonorkan sebagian anggota tubuhnya setelah dia mati.
Adapun bagi ahli waris; sesungguhnya syara’ mewariskan pada mereka harta yang diwariskan (oleh si mati). Namun syara’ tidak mewariskan jasadnya kepada mereka, sehingga mereka tidak berhak untuk mendonorkan apapun dari si mati. Kalau terhadap ahli waris saja demikian, apalagi dokter atau penguasa, mereka sama sekali tidak berhak untuk mentransplantasikan organ orang setelah mati pada orang lain yang membutuhkan.
Terlebih lagi terdapat keharusan untuk menjaga kehormatan si mati serta adanya larangan untuk menyakitinya sebagaimana larangan pada orang yang hidup. Rasulullah saw bersabda:
“Mematahkan tulang orang yang telah mati sama hukumnya dengan memotong tulangnya ketika ia masih hidup”.
Dengan demikian Rasulullah saw melarang untuk merampas dan menyakiti (si mati). Memang benar bahwa melampaui batas terhadap orang mati dengan melukai atau memotong atau bahkan memecahkan (tulang) tidak ada jaminan (diyat) sebagaimana ketika dia masih hidup. Akan tetapi jelas bahwa melampaui batas terhadap jasad si mati atau menyakitinya dengan cara mengambil anggota tubuhnya adalah haram; dan haramnya bersifat pasti (qath’i).
Mengenai keadaan darurat yang telah dijadikan alasan oleh aparat negara, jajaran humas serta muftinya yang membolehkan transplantasi. hal tersebut membutuhkan kajian tentang keadaan darurat serta penerapannya pada masalah transplantasi organ.
Sesungguhnya Allah SWT. telah membolehkan orang dalam keadaan darurat hingga kehabisan bekal dan hidupnya terancam kematian untuk makan apa saja yang dijumpainya. Meski makanan tersebut diharamkan oleh Allah, namun (dalam kondisi darurat boleh) dimakan sekedar untuk memulihkan tenaganya serta agar tetap hidup. Maka illat bolehnya makan makanan haram adalah untuk menjaga (eksistensi) kehidupan manusia. Dengan mengkaji anggota tubuh yang akan ditransplantasikan, maupun maksud transplantasi maka adakalanya penyelamatan hidup manusia tergantung pada tranplantasi (tentu berdasarkan dugaan kuat) seperti jantung, hati maupun kedua ginjal. Atau ada kalanya tranplantasi anggota tubuh yang tidak berhubungan langsung dengan penyelamatan hidup. Misalnya tranplantasi kornea, atau pupil atau mata secara keseluruhan dari orang yang telah mati.
Adapun anggota tubuh yang diduga kuat dapat menyelamatkan kehidupan manusia maka illatnya dalam hal ini tidak sempurna. Karena kadang-kadang berhasil, kadang-kadang juga tidak. Hal ini berbeda dengan illat memakan bangkai; yang secara pasti mampu menyelamatkan hidup manusia. Terlebih lagi bahwa sebagian dari illah cabang (‘illat al-far’u)-dalam hal ini transplantasi-adalah terbebas dari pertentangan (dalil) yang lebih kuat, yang mengharuskan kebalikan dari perkara yang telah ditetapkan oleh ‘illat qiyas. ‘Illat qiyas dalam transplantasi organ adalah untuk memelihara kehidupan manusia-sebagaimana pada kasus makan bangkai. Padahal illat tersebut masih berupa ‘diduga kuat’. Ini bertentangan dengan (dalil) yang lebih kuat yaitu kehormatan jenazah serta larangan menyakiti atau merusaknya. Berdasarkan hal ini tidak diperbolehkan (baca: haram) melakukan transplantasi organ; yang dengan transplantasi tersebut kehidupan seseorang tergantung padanya.
Sedangkan transplantasi organ yang penyelamatan kehidupan orang tidak tergantung padanya, atau dengan kata lain kegagalan transplantasi tersebut tidak mengakibatkan kematian, maka illat yang ada pada pokok (‘illah al-ashl) pemeliharaan terhadap kehidupan manusia tidak ada. Dengan begitu hukum darurat tidak berlaku disini.
Dengan demikian maka tidak diperbolehkan melakukan tranplantasi organ dari seseorang yang telah mati. sementara dia terpelihara darahnya baik muslim, kafir dzimmi, mu’ahid maupun musta’min-pada orang lain yang kehidupannya tergantung pada (keberhasilan) tranplantasi organ tersebut.








TRANSFUSI DARAH

Dewasa ini Trasfusi Darah bukanlah hal yang aneh. Setiap saat terjadi perpindahan darah ( transfuse darah) dari tubuh manusia yang satu ke dalam tubuh manusia lainnya, Bahkan penularan virus AIDS pun salah satu medianya adalah Darah. Kita sebagai umat muslim tahu dan meyakini bahwa darah yang mengalir ( Dam mashfuh ) selalu dianggap benda najis. Lalu bagaimana hukum sebenarnya Transfusi Darah yang ditempuh untuk menyelematkan nyawa manusia yang kehabisan darah, sedang darah dipandang sebagai benda najis, yang berarti melakukan transfusi darah sama dengan memindahkan benda najis dari satu tubuh ke tubuh orang lain yang kemudian kita beribadah dengan membawa benda najis dalam tubuh kita.

Alqur’an dan Sunnah adalah sumber kebenaran. siapapun yang berpegang pada keduanya, Allah telah menjanjikan Syurga yang tiada bandingan kenikmatan di dalamnya. Namun di dalam keduanya tidak ditemukan teks yang membahas halal tidaknya transfusi darah. Oleh karena itu masalah trasnfusi darah sejak awal menjadi bahan perdebatan dan menimbulkan problem mendasar di kalangan fuqaha ( ahli fiqih )
Dalam kondisi biasa, tanpa adanya keterpaksaan, dan sebab hal-hal yang mempertaruhkan nyawa, transfusi darah merupakan sesuatu yang haram. Hal ini dikemukakan oleh mufti syafi’I dari Pakistan.
Sebab, pertama darah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tubuh manusia, sehingga pengambilan dan pentransfusiannya ke dalam sistem peredaran darah orang lain disamakan dengan upaya mengubah takdir manusia.
Kedua darah termasuk benda najis. Ketentuan ini dapat kita jumpai dalam kitab al-umm karya Imam Syafi’I (“ jika seseorang memasukkan darah ke dalam kulitnya, dan darah itu berkembang ( nabata ‘alaih), maka darah tersebut wajib dikeluarkan dan orang itu wajib mengganti sholat yang ia lakukan setelah memasukkan darah tersebut.
Akan tetapi Islam bukanlah agama yang kaku dan kolot tatkala dihadapkan pada kondisi yang luar biasa ( jika tidak dengan melalui transfusi darah seseorang terancam nyawanya), maka dalam kondisi seperti ini transfusi darah berhukum jaiz (boleh). Pendapat seperti ini di dukung pula oleh Syaikh Mufti Syafi’ dengan analoginya antara air susu ibu dan darah
Air susu keluar secara alami dari tubuh seorang ibu yang pastinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tubuh si ibu saat bayi menetek padanya. Air susu ibu merupakan makanan pokok si bayi sehingga bayi mampu mempertahankan kehidupannya dengan ASI yang di berikan sang ibu, dan syari’at pun mengakui arti penting ASI bagi si bayi, karenanya ibu wajib menyusui bayinya dalam kondisi normal ( jika tidak ada sesuatu yang mambahayakan baik untuk sang ibu maupun si bayi )
Sementara tentang darah, Syekh Mufti Syafi’ menerangkan bawa darah yang di transfusikan, tidak dengan mengiris bagian tubuh manapun, melainkan melalui jarum kemudian di transfer ke dalam tubuh orang yang membutuhkan sebagai ikhtiar untuk menyelamatkan nyawa dan memperpanjang kehidupan. Hal ini sesuai firman Allah:

“ Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa ( memakannya ) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak ( pula) melampui batas, maka tidak ada dosa baginya” ( Al-Baqoroh: 173)
Lebih lanjut beliau juga mengatakan bahwa sebagian fuqohaa’ menetapkan bahwa laki-laki dewasa boleh memanfaatkan air susu ibu sebagai tujuan pengobatan, dengan syarat, jika tanpa ASI tersebut nyawanya akan melayang. Pernyataan ini dapt kita temukan dalam kitab fatawa Alamgiriyyah.( “ tidak ada larangan bagi seorang laki-laki untuk menyedot air susu seorang wanita dan meminumnya ( untuk tujuan pengobatan) ). Namun kita juga harus melihat ASI yang boleh di sedot adalah ASI dari wanita yang masih muhrim. Sebab konteks menyedot memberikan apresiasi bakal terjadi persentuhan kulit antara wanita yang memilki ASI dan laki-laki yang membutuhkannya guna dimanfaatkan sebagai obat.
Syekh Mufti’ Syafi’ juga mengatakan bahwa pembolehan tranfusi darah tidak langsung serta merta tanpa ada ketentuan-ketentuan, sebab jika hal itu tertjadi akan merusak tatanan hukum yang telah tertata rapi. Salah satu ketentuan yang beliau sampaikan adalah adanya pernyataan kekhawatiran yang sangat dari seorang dokter yang berkompeten, bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan nyawa pasien kecuali dengan melakukan transfusi darah.
Tranfusi darah tidak boleh dilakukan jika tujuannya hanya sekedar untuk peningkatan kesehatan atau bahkan kecantiakan. Dan seandainya masih ada pilihan lain untuk penyelamatan nyawa, maka hendaknya tidak memilih melakukan tranfusi darah, demi kehati-hatian kita dalam menyikapi sebuah hokum styari’at.
Alasan-alasan diatas juga sama seperti yang dikemukakan oleh Dr. ‘Abd. Al-Salam al- Syukri, guru besar syari’at dan hukum universitas Al-Azhar serta Syekh Ahmad Fahmi Abu Sinnah, anggota Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim, Mekkah dan Arab Saudi, yang menyatakan bahwa pengambilan darah dari pendonor dan pentranfusianya ke dalam tubuh resipien sama sekali tidak merusak martabat manusia, justru jika tindakan ini jika dilakukan sesuai denga ketentuan syari’at akan tergolong perbuatan mulia dan kemaslahatan ( maslahatul mursalah ), karena hal ini bisa dipandang sebagai salah satu jihad untuk membantu para mujahid yang membutuhkan karena luka berat di medan perang.
Akan tetapi akan muncul pertanyaan kritis, bagaiman jika resipien adalah orang non-muslim, yang pastinya darah yang kita transfusikan ke dalam tubuhnya akan dipergunakan untuk menyekutukan Allah. Berkaitan dengan masalah ini, Syekh Abdullah Abdul al-Arrohim Al-Basm secara tidak langsung menyinggung hal serupa ketika membahas pertanyaan tentang kebolehan mentransplantasikan organ tubuh non-muslim kepada seorang muslim atau sebaliknya. Beliau mengatakan bahwa tubuh seorang muslim sebagaimana tubuh orang yang tidak beriman adalah suci, baik ketika masih hidup maupun sesudah mati. Beliau memperkuat pendapatnya dengan kaidah “ lelaki muslim boleh menikahi wanita yang berasal dari golongan ahli kitab ( yahudi atau Nasrani ). Dan beliau juga menerangkan ayat Al-Qur’an yang berbunyi “ sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis ( QS. Al-Taubah, 9:28 ) mengandung arti bahwa mereka najis secara spiritual sebab keyakinan mereka yang ingkar terhadap Allah SWT. Namun tubuh mereka tidaklah najis. Kemudian untuk memperkuat penafsirannya, beliau mengutip pernyataan Abdullah ibn Abbas “ Syiriklah yang membuat mereka (orang musyrik) najis”.
Karena itu, dapat dikatakan bahwa fatwa hukum Syekh Al-Bassam tentang diperbolehkannya transplantasi organ tubuh non muslim pada tubuh seorang muslim atau sebaliknya berlaku pula pada kasus transfusi darah dari seorang muslim kepada non muslim dan sebaliknya. Hal ini seirama dengan apa yang disampaikan ustad Abdul Qodir Al-Hafidz (santri Ma’had Ustman Bin Affan dan mahasiswa Mahadika Islamic Centre Institute Jakarta Timur ) bahwa tidak ada sangkut pautnya dengan aktifitas setelah terjadinya pentransfusian darah. Darah yang ada dalam tubuh resipien (non muslim) entah dipergunakan untuk beramal sholeh atau justru sebaliknya , menyekutukan Allah dan ingkar kepada-Nya, hal itu tidak berpengaruh kepada si pendonor ( muslim ) atau bisa dikatakan tidak merubah hukum awalnya yang mubah. Sebab hal ini lebih cenderung masuk dalam hubungan sosial. Dan bukankah dahulu Rasulullah juga pernah memberikan makanan kepada orang-orang yahudi, dan mereka menyukutukan Allah setelah makan makanan pemberian Rasulullah.










KESIMPULAN
Donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh selam tidak menyebabkan kematian si pendonor dan pencampuradukan nasab atau keturunan. Karena Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Tidak diperbolehkan melakukan tranplantasi organ dari seseorang yang telah mati. sementara dia terpelihara darahnya baik muslim, kafir dzimmi, mu’ahid maupun musta’min-pada orang lain yang kehidupannya tergantung pada (keberhasilan) tranplantasi organ tersebut.
Pengambilan darah dari pendonor dan pentranfusianya ke dalam tubuh resipien sama sekali tidak merusak martabat manusia, justru jika tindakan ini jika dilakukan sesuai denga ketentuan syari’at akan tergolong perbuatan mulia dan kemaslahatan ( maslahatul mursalah ), karena hal ini bisa dipandang sebagai salah satu jihad untuk membantu para mujahid yang membutuhkan karena luka berat di medan perang.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : MA
Mata pelajaran : Fiqih
Kelas : X / Ganjil
Semester : I (SATU)
Alokasi waktu : 45x2=90 Menit
Pertemuan ke : 2 X pertemuan

Standar Kompetensi : Memahami pengertian Qurban dan Aqikah serta hikmahnya
Kompoetensi Dasar : Menjelaskan pengertian Qurban dan Aqikah
Indikator : Menjelaskan pengertian Qurban dan Aqikah
Menentukan persamaan dan perbedaan antara Qurban dan Aqikah
Menjelaskan hukum Qurban dan Aqikah
Materi pembelajaran : Qurban dan Aqikah
Metode Pembelajaran : Ceramah Bervariasi, Tanya Jawab,
Tujuan pembelajaran : Setelah mempelajari materi diatas siswa diharapkan mampu:
Menjelaskan pengertian Qurban dan Aqikah
Menentukan persamaan dan perbedaan antara Qurban dan Aqikah
Menjelaskan hukum Qurban dan Aqikah
Strategi pembelajaran :
Kegiatan awal : 10 Menit
* Mengkondisikan Siswa/I, Mengabsen Dan Mengisi Agenda Kelas
* Menjelaskan Kegiatan Pembelajaran
* Memotivasi Siswa/I Pentingnya Mempelajari Qurban dan Aqikah

Kegiatan inti :60 Menit
*Explorasi :
guru menggali pengetahuan dan memberi kesempatan kepada siswa /I mengutarakan seputar Qurban dan Aqikah
*Elaborasi :
Mencatat materi singkat tentang Qurban dan Aqikah
Guru menjelaskan materi kepada siswa/i tentang Qurban dan Aqikah
Guru memberikan kesempatan kepada siswa/i untuk bertanya seputar Qurban dan Aqikah
*Konfirmasi :
Penguatan materi atau evaluasi melalui tanya jawab kepada siswa/i secara individual materi yang telah disampaikan
Kegiatan akhir : 20 menit
* Menyimpulkan materi
* Memberitahuakan materi yang akan dipelajari minggu berikutnya yaitu hikmah berqurban dan Aqikah
Sumber belajar :
Pendidikan agama islam : FIQIH kelas X (sepuluh) untuk MA. Drs. Moch. Rifa’I dan Drs. Ahmad Mustofa Handa: Semarang :CV. Wicaksana.
Ensiklopedi Islam

Penilaian :
Bentuk Penilaian : Essay bebas
Instrumen : Buku Pelajaran
Jenis Penilaian : Tes Lisan
Contoh Instrumen :
1. Jelasakan secara singkat pengertian Qurban dan Aqikah!
2. Antar Qurban dan Aqikah memiliki persamaan dan perbedaan. Jelasakan menurut anda persamaan dan perbedaannya!
3. Tuliskan hadits Nabi yang melatarbelakangi hokum Qurban dan Aqikah! Lengkap dengan terjemahannya!
Kunci Jawaban :
1. Qurban ialah menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadah kepada Allah SWT. Pada hari raya idul adha dan hari tasyrik.
Aqikah ialah binatang yang disembelih pada hari mencukur rambut anak yang baru lahir.
2. Persamaannya :
a. memotong hewan
b. syarat-syarat binatang yang disembelih sama
c. hukumnya sama yaitu sunnat muakad
Perbedaannya :
a. waktu untuk Qurban telah ditentukan, sedangkan Aqikah waktunya kapan saja.
b. Qurban untuk mendekatkan diri kepada Allah sedangkan Aqikah berkenaan dengan kelahiran anak
c. Qurban sunat dibagikan atau disedekahkan sebelum dimasak, Aqikah sunat dibagikan setelah dimasak
d. Qurban disunatkan setiap tahun, Aqikah hanya sekali seumur hidup
3. Hadits tentang hukum Qurban :


Artinya : “ barang siapa yang berkecukupan untuk berQurban dan ia tidak berqurban, maka jangan dekat-dekat ditempat shalatku”.

Hadits tentang hukum Aqikah :




Artinya : “ tiap-tiap anak itu tergadai dengan aqikahnya yang disembelih untuk dia ketika hari ketujuh dan dicukur, lalu diberi nama”.

Pedoman Penilaian :
Sistem pensekoran tertulis : jumlah yang benar dibagi jumlah soal dikali 100. contoh: 5/5X100=10


Bogor, 17 November 2009
Kepala MA, Mahasiswa


Wahyudin, M.Pd. Eko Abdul Kohar

PANILAIAN PAP DAN PAN, VALIDITAS, DAN MENGHITUNG VALIDITAS

PANILAIAN PAP DAN PAN

Pengolahan nilai-nilai dapat dilakukan dengan mengacu kepada criteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal dengan adanya dua patokan yang umum dipakai. Yaitu penilaian acuan patokan (criterion referenced evaluation) dan penilaian acuan norma (norm referenced evaluation).

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu criteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan.
Sebagai contoh misalkan untuk dapat diterima sebagai calon penerbana disebuah lembaga penerbangan, setiap calon harus memenuhi syarat antara alain tinggi badan sekurang-kurangnaya 165 cm dan memeiliki tingkat kecerdasan (IQ) serendah-rendahnya 130 berdasarkan hasil tes yang diadakan oleh lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan criteria atau patokan itu, siapapun calon yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dinyatakan gagal dalam tes atau tidak akan diterima sebagai siswa calon penerbang.

2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
secara singkat dapat dirumuskan bahwa penilaian acuan norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok. Nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk didalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan norma dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud dengan kelompok semua siswa yang melakukan tes tersebut. Jadi pengertian kelompok yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa dalam suatu kelas., sekolah, rayon, propinsi atau wilayah.
Sebuah contoh kongkrit dapat dikemukakan cara penilaian yang pernah dilakukan untuk menentukan kelulusan seorang siswa dalam ebtanas, dari hasil ebtanas itu dikenal dengan adanya nilai ebtanas murni(NEM), yang berasal dari hasil panitia ujian dengan menggunakan patokan persentase, yang menunjukkan tingkat kemampuan atau penguasaan siswa tentang materi pengajaan yang diujikan.. dengan akata lain NEM merupakan hasil penilaian dengan cara PAP.

3. Persamaan Dan Perbedaan Penilaian Acuan Patokan Dan Acuan Normatif
penilaian acuan patokan dan acuan normatif mempunayai beberapa persamaan sebagai gerikut:
1. penilaian acuan normatif dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai penentuan focus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusu.
2. kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3. unyuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument.

Perbedaan kedua penilaian asalah sebagai berikut:
a. penilaian acuan patokan
1. merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain tugas belajar dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan tugas pembelajaran.
2. menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari oleh para siswa
3. item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa menhilangkan item atau soal yang memiliki tingkat kesulitan rendah
4. lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas pembelajaran dengan konsep atau penguasaan materi belajar.
b. penilaian acuan norma
1. merupakan tes yang mencakup domain tugas pembelajarqan dengan item pengukuran yang spesifik
2. menekankan perbedaan anta individual siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam kelompok atau kelas.
3. item-item yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan cenderung menghilangkan item yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
4. lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki kelompok-kelompok dengan pembedaan antara siswa pandai diatas nilai rerata, di bawah rerata dan bodoh





















VALIDITAS

Validitaas adalah kualitas yang menunjukkan hubungan antara suatu pengukuran (diagnosis) dengan arti atau tujuan criteria belajar atau tingkah laku. Beberapa criteria dapat dipilih untuk memperlihatkan keefektifan terhadap peramalan performance yang akan dating. Criteria yang lain untuk menunjukkan status yang muncul, criteria yang lain lagi untuk menimbulkan sifat-sifat yang representative dari luasnya isi atau tingkah laku, dan criteria yang lain lagi untuk melengkapi penyediaan data untuk menunjang atau menolak beberapa teori psikologis.
Karaktristik pertama dan memiliki peranan sangat penting dalam instrument evaluasi, yaitu karakteristik valid (validity). Valid menurut Gronlund (1985) dapat diartikan sebagai ketepatan interpretasi yang dihasilkan dari skor tes atau instrument evaluasi.
Suatu instrument evaluasi dikatakan valid, seperti yang diterangkan oleh Gay (1983) dan Johnson (2002), apabila instrument yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Jadi jika tes tersebut adalah tes pencapaian hasil belajar maka hasil tes tersebut apabila diinterpretasikan secara intensif, hasil yang dicapai memang benar menunjukkan ranah evaluasi pencapaian hasil belajar seorang guru hendak melakukan tes untuk melakukan penilaian apakah para siswa dapat menguasai pengetahuan yang telah diberikan dikelas. Agar memperoleh hasil yang baik, guru tersebut perlu membuat atau mengembangkan tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai., kemudian memanfaatkannya untuk mengukur peserta didik. Dikarenakan guru mengetahui seluk beluk siswa yang diajarkannya, mereka dapat membuat tes yang cocok dengan tuuan pengajaran yang telah ditetapkan.
Validitas suatu instrument evaluasi, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan diman suatu tes mengukur apa yang diukur. Validitas suatu instrument evaluasi mempunyai beberapa peran penitng diantaranya sebagai berikut.
1. berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrument evaluasi untuk grup individual dan bukan instrument itu sendiri.
2. validitas diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bias mencakup kategori rendah, menengah, dan tinggi.
3. prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan oleh para peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja. Tes valid untuk bidang studi metrology industri belum tentu valid untuk bidang yang lain misalnya mekanika teknik.

Hal ini juga dapat dianalogkan bahwa apabila tes valid untuk suatu grup individu, belum tantu valid untuk grup lainnya. Sebagai contoh tes valid untuk para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), belum tentu valid untuk Sekolah Menengah Pertama.

A. Jenis-Jenis Validitas
Telah dikatakan bahwa validitas suatu alat evaluasi bukanlah merupakan ciri yang absolute atau mutlak. Suatu tes dapat memiliki validitas yang bertingkat-tingkat : tinggi, sedang, rendah, bergatung pada tujuannya. Sehubung dengan itu, ada beberapa jenis validitas, yaitu:

1. content validity (curricular validity)
suatu tes dikatakan mamiliki konten validity jika scope dan isi tes itu sesuai dengan scop dan isi kurikulum yang sudah diajarkan. Isi tes sesuai dengan atau dengan memiliki sample hasil-hasil belajar yang seharusnya dicapai menurut tujuan kurikulum

2. construct validity
untuk menentukan adanya construst validity, suatu tes dikorelasikan dengan suatu konsepsi atau teori. Items dalam tes itu harus sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam konsepsi tadi, yaitu konsepsi tentang objek yang akan dites. Dengan kata lain, hasil-hasil tes itu disesuaikan dengan tujuan atau ciri-ciri tingkah laku (domein) yang hendak diukur.

3. predictive validity
suatu tes dikatakan memiliki predictive validity jika hasil korelasi tes itu dapat meramalkan dengan tepat keberhasilan seseorang pada masa mendatang didalam lapangan tertentu. Tepat tidaknya ramalan tersebut dapat dilihat dari korelasi koefisien antara hasil tes itu dengan hasil alat ukur lain pada masa mendatang.

4. concurrent validity
jika hasil suatu tes mempunyai korelasi yang tinggi dengan hasil suatu alat ukur lain terhadap bidang yang sama pada waktu yang sama pula, maka dikatakan tes itu memiliki concurrent validity ( concurrent = bersamaan waktu).

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VALIDITAS
Banyak factor yang dapat mempengaruhi hasil tes evaluasi tidak valid. Beberapa factor tersebut secara garis besar dapat dibedakan menurut sumbernya, yaitu factor internal dari tes, factor eksternal tes, dan factor yang berasal dari siswa yang bersangkutan.
1. factor yang berasal dari dalam tes
beberapa yang pada umumnya berasal dari factor internal tes evaluasi diantaranya sebagai berikut.
a. arahan tes yang disusun dengan makna tidak jelas sehingga dapat mengurangi validitas tes.
b. Kata-kata yang digunakan dalam strukur instrument evaluasi terlalu sulit.
c. Item-item tes dikontruksi dengan jelek.
d. Tingkat kesulitan tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang diterima siswa.
e. Waktu yang dialokasikan tidak tepat, hal ini termasuk kemungkinan terlalu kurang atau terlalu longgar.
f. Jumlah item tes terlalu sedikitsehingga tidak mewakili sample materi pembelajaran.
g. Jawaban masing-masing item evaluasi bias diprediksi siswa.

2. factor yang berasal dari administrasi dan skor. Factor ini dapat mengurangi validasi interpretasi hasil evaluasi, khususnya tes evaluasi yang dibuat oleh guru. Berikut beberapa contoh factor yang sumbernya berasal dari proses administrasi dan skor.
a. waktu pengerjaan tidak cukup sehingga siswa dalam memberikan jabatan dalam situasi yang tergesa-gesa
b. adanya kecurangan dalam tes sehingga tidak bias membedakan antara siswa yang belajar dengan yang melakukan kecurangan.
c. Pemberian petunjuk dari pengawas yang tidak dapat dilakukan oleh semua siswa.
d. Siswa tidak dapat mengikuti arahan yang diberikan dalam tes baku.
e. Adanya joki (orang lain bukan siswa) yang masuk dan menjawab item tes yang diberikan

3. factor yang berasal dari jawaban siswa
seringkali terjadi bahwa interpretasi yang terjadi terhadap item-item tes evaluasi tidak valid, karena dipengaruhi oleh jawaban siswa daripada interpretasi item-item pada tes evaluasi. Sebagai contoh, sebelum tes siswa mwnjadi tegang karena guru mata pelajara dikenal “killer”, galak, dan sebagainya sehingga siswa yang ikut tes banyak yang gagal. Contoh lain, ketika siswa mengikuti tes penampilan keterampilan, ruangan terlalu ramai atau gaduh sehingga para siswa tidak dapat konstentrasi dengan baik. Ini semua dapat mengurangi nilai validitas instrument evaluasi.


CARA MENGHITUNG VALIDITAS

Pada uraian yang baru lalu telah dibicarakan tentang validitas dan keandalan sebagai suatu ciri atau kualitas suatu tes. Dalam uraian berikut kami akan mencoba memberikan contoh bagaimana cara menghitung validitas suatu tes.
1. dengan product moment correlation

Rumusnya :

Dengan rumus ini kita dapat menghitung validitas suatu tes dengan membandingkan atau mencari korelasi antara dua kelompok skor, dihitung berdasarka deviasi setiap skor dan mean.
Misalkan sebuah tes ilmu bumi dicobakan kepada dua kelompok murid yang 14 orang tiap kelompok. Skor hasil tes dari kdua kelompok tersebut seperti berikut:
Kelompok A : 31 36 36 30 38 37 28 37 36 36 38 38 40 34
Kalompok B : 24 34 36 29 36 36 24 31 31 27 36 35 35 32












Untuk dapat menghitung korelasi dengan rumus tersebut diatas kita susun kedua kelompok skor itu kedalam sebuah table, kita cari mean dari tiap kelompok dan deviasi tiap skor dari mean seperti pada table.
Dengan rumus product moment of correlation, hasil perhitungan dari table adalah sebagai berikut:







Penafsiran
r antara 0,00 – 0,20 : hampir tidak ada korelasi
0,20 – 0,40 : korelasi rendah
0,41 – 0,70 : korelasi cukup
0,71 – 0.90 : korelasi tinggi
0,91 – 1,00 : korelasi sangat tinggi
Dengan melihat hasil r = 80 berarti bahwa korelasi antara dua kelompok skor ilmu bumi tersebut cukup tinggi sehingga kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tingkat validitas tes tersebut cukup tinggi pula. Dengan akata lain, tes tersebut memiliki validitas yang tinggi.









KESIMPULAN

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu criteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan.

2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
secara singkat dapat dirumuskan bahwa penilaian acuan norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok. Nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk didalam kelompok itu.

3. Validitas
Validitaas adalah kualitas yang menunjukkan hubungan antara suatu pengukuran (diagnosis) dengan arti atau tujuan criteria belajar atau tingkah laku. Beberapa criteria dapat dipilih untuk memperlihatkan keefektifan terhadap peramalan performance yang akan dating. Criteria yang lain untuk menunjukkan status yang muncul, criteria yang lain lagi untuk menimbulkan sifat-sifat yang representative dari luasnya isi atau tingkah laku, dan criteria yang lain lagi untuk melengkapi penyediaan data untuk menunjang atau menolak beberapa teori psikologis.





DAFTAR PUSTAKA

M. Ngalim Purwanto D.Rs Mp. : 2002 : Prinsip-Prinsip Dan Yeknik Evaluasi Pengajaran. Rosda Karya, Jakarta

Prof. M.M. Sukardi, Ms. Ph,o : 2008, Evaluasi Pendidikan, Prinsip, Dan Operasionalnya: Bumi Aksara, Jakarta

PENERAPAN PEMBELAJARAN AKTIF DISEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Penarapa pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor merupakan penbelajaran aktif yang sangat penting dalam kegiatan belaja mengajar. Pembelajaran aktif menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Pembelajaran yang aktif terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien.
BAB II
PEMBAHASAN
PENERAPAN PEMBELAJARAN AKTIF DISEKOLAH

Sekolah merupakan organisasi yang didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sekolah merupakan tempat dimana terjadinya kegiatan belajar mengajar, tempat terselenggaranya proses pembudayaan kehidupan umat manusia.
Keberhasilan sekolah ditentukan oleh aktif atau tidaknya kegiatan belajar mengajar. Peranan pengajar yang mampu merangsang potensi siswa merupakan hal yang sangat penting agar terciptanya kelas yang aktif, efektif dan efisien. pengajar harus dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan potensinya masing-masing.
1. Dasar-Dasar Pemikiran Pembelajaran Aktif Disekolah
Usaha penerapan pembelajaran aktif dalam kegiatan belajar mengajar disekolah merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep kurikulum yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji dasar-dasar atau alasan usaha peningkatan pembelajaran aktif secara rasional adalah sebagai berikut:
A. Rasional atau dasar pemikiran atau alasan usaha pembelajaran aktif dapat ditinjau dari potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar, materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
B. Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat keingin tahuan pembelajar dapat dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk melakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
C. Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, belajar aktif memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
D. Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan maka strategi dengan pendekatan pembelajaran secara aktif layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik
2. Prinsip-Prinsip Penerapan Pembelajaran Aktif
Prinsip belajar aktif adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip belajar aktif terdapat pada 4 dimensi sebagai berikut:
A. Dimensi subjek didik :
Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis.
Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
B. Dimensi Guru
Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
C. Dimensi Program
Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
D. Dimensi situasi belajar-mengajar
Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
3. Rambu-Rambu Penerapan Pembelajaran Aktif Disekolah
Yang dimaksud dengan rambu-rambu belajar aktif adalah perwujudan prinsip-prinsip belajar aktif.. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar berjalan dengan aktif.
A. Berdasarkan pengelompokan siswa
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
B. Berdasarkan kecepatan Masing-Masing siswa
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya.
C. Pengelompokan berdasarkan kemampuan
Pengelompokan yang homogin dan didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satu kelompok maka hal ini mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
D. Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.

BAB III
KESIMPULAN
1. Keberhasilan sekolah ditentukan oleh aktif atau tidaknya kegiatan belajar mengajar. Peranan pengajar yang mampu merangsang potensi siswa merupakan hal yang sangat penting agar terciptanya kelas yang aktif, efektif dan efisien
2. Usaha penerapan pembelajaran aktif dalam kegiatan belajar mengajar disekolah merupakan usaha atau proses pemantapan konsep kurikulum yang telah ada
3. Prinsip-Prinsip belajar aktif terdapat pada 4 dimensi sebagai berikut:
Dimensi subjek didik
Dimensi Guru
Dimensi Program
Dimensi situasi belajar-mengajar
4. Rambu-rambu belajar aktif adalah perwujudan prinsip-prinsip belajar aktif. Rambu tersebut adalah sebagai berikut:
Berdasarkan pengelompokan siswa
Berdasarkan kecepatan Masing-Masing siswa
Pengelompokan berdasarkan kemampuan
Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat
HADITS TENTANG MEMAKAI PAKAIAN CINCIN EMAS DAN TATO

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah tidak akan memandang orang yang menyeretkan pakaiannya dengan sombong. (Shahih Muslim No.3887)

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Ia melihat seorang lelaki menyeret kainnya, ia menghentakkan kakinya ke bumi, lelaki itu adalah pangeran (penguasa) Bahrain. Ia berkata: Pangeran datang, pangeran datang! Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan memandang orang yang menyeretkan kainnya dengan kecongkakan. (Shahih Muslim No.3893)

Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah saw. mengutuk wanita yang menyambungkan rambut seorang wanita dan wanita yang minta disambungkan rambutnya, orang yang membuatkan tato dan orang yang meminta dibuatkan tato. (Shahih Muslim No.3965)

Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Allah mengutuk wanita-wanita pembuat tato dan wanita-wanita yang minta dibuatkan tato, wanita-wanita yang mencukur rambut wajah dan wanita-wanita yang minta dihilangkan rambut wajahnya serta wanita-wanita yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah. Perkataan Abdullah bin Masud itu sampai kepada seorang wanita dari Bani Asad bernama Ummu Yaqub yang sedang membaca Alquran. Lalu ia datang kepada Abdullah bin Masud dan berkata: Apakah benar berita yang sampai kepadaku, bahwa engkau mengutuk wanita-wanita pembuat tato, wanita-wanita yang minta dibuatkan tato, wanita-wanita yang minta dihilangkan rambut wajahnya dan wanita-wanita yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang mengubah ciptaan Allah. Abdullah berkata: Bagaimana aku tidak mengutuk wanita-wanita yang telah dikutuk oleh Rasulullah saw? Sedangkan itu disebutkan dalam Kitab Allah. Wanita itu membantah: Aku sudah membaca semua isi Alquran, tetapi aku tidak mendapatkannya. Maka Abdullah bin Masud berkata: Jika engkau benar-benar membacanya, pasti engkau telah menemukannya. Allah Taala berfirman: Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka ambilah dan apa yang ia larang atas kalian, maka tinggalkanlah. Wanita itu berkata: Aku melihat sesuatu (kejanggalan) pada istrimu dari yang engkau bicarakan ini. Abdullah bin Masud berkata: Pergilah dan lihat! Wanita itupun menemui istri Abdullah bin Masud. Ia tidak melihat suatu kejanggalan. Kemudian ia kembali kepadanya dan berkata: Aku tidak melihat suatu kejanggalan. Abdullah bin Masud berkata: Jika seandainya demikian (pada istriku terdapat sesuatu dari yang kubicarakan), tentu aku tidak akan menyetubuhinya. (Shahih Muslim No.3966)

Hadis riwayat Barra' bin Azib ra., ia berkata: Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk melaksanakan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin (mengucap yarhamukallah), melaksanakan sumpah dengan benar, menolong orang yang teraniaya, memenuhi undangan dan menyebarkan salam. Beliau melarang kami dari cincin atau bercincin emas, minum dengan wadah dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qas (terbuat dari sutera) serta mengenakan pakaian sutera baik yang tebal dan tipis. (Shahih Muslim No.3848)